" NGEROJONG " ANTARA TRADISI DAN EGO

Setelah beberapa kali mengalami prosesi ngaben, terutama dengan "sawa matah" seringkali bahkan selalu diikuti dengan "ngerojong". Akhirnya tergugah untuk menulis sedikit tentang "ngerojong" sebatas pengetahuanku.

Sedikit gambaran tengang "ngerojong" : ngerojong adalah suatu kegiatan beberapa orang pengusung mayat dalam upacara ngaben dengan berbagai tingkah polah tarik menarik antara pengusung sehingga tidak jarang menimbulkan kesan anarkis, bahkan orang yang mengusung sawa menceburkan diri ke sungai yang melintas sepanjang jalan menuju setra, serta menyirami sawa dan pengusung dengan air sungai.
kegiatann ini menimbulkan air mata bagi empunya acara.

Tidak jelas juga apakah kegiatan ini hanya terjadi di desa saya atau terjadi juga di desa lainnya.

Menurut ceritra, "tradisi" ngerojong ini telah terjadi sejak jaman dahulu. bahkan lebih parah dari sekarang. kata tetua dahulu, pernah terjadi acara ngaben disertai dengan ngerojong berlangsung hingga tengah malam. padahal acara ke setra tersebut dimulai jam lewat jam 12 siang.

PANDANGAN DARI SISI AGAMA
yang menjadi persoalan disini adalah ngerojong ini tidak sesuai dengan tatanan dan rangkaian upacara menjadi kacau kembali. bagaimana tidak, sebelum sawa di usung ke setra, terlebih dahulu dilaksanakan serangkaian upacara yang dipuput oleh ida sulinggih dilaksanakan di rumah duka. baik itu upacara nyiramang layon, memasang kajang yang merupakan benda suci pembungkus sawa, ngaturang bakti dilaksanakan oleh segenap anggota keluarga dari sang "seda" menunjukkan keikhasan akan kepergiannya, serta rangkaian acara lainnya.
Namun, manakala akan menuju setra, justru dikotori kembali, baik itu dengan air sungai yang disiramkan di sawa. hal ini sungguh sangat tidak tepat. disatu sisi kajang merupakan barang suci yang dimohonkan di "kawitan" dan di geria. namun dikotori kembali oleh air sungai. Dikotori juga oleh rasa dendam yang muncul akibat sang "medue kelepetan" merasa tidak terima manakala "sang seda" dipermainkan sehingga memunculkan rasa dendam.
Dendam menyebabkan Yadnya menjadi tidak sempurna bahkan "GAGAL".

DARI PANDANGAN SOSIAL
Perasaan bersedih dan ikut memiliki "sang seda" memang sangat diharapkan dimiliki oleh segenap warga. namun caranya tidak dengan melaksanakan "ngerojong". Akan tidak bijak manakala pelaksanaan "ngerojong" ini mengakibatkan penderitaan bagi orang lain. Kesedihan semakin bertambah dirasakan oleh keluarga manakala menyaksikan anggota keluarga mereka yang sudah menjadi "mayat" diarak berlarian ditengah jalan desa. di putar-putar dengan keras dan bahkan hampir jatuh di jalan ataupun didorong kesungai hampir tenggelam di aliran sungai. Sungguh memilukan menyaksikan ini.

Dari segi ketertiban, pelaksanaan ini mengakibatkan jalanan menjadi kacau kalut, ketakutan meyelimuti pengguna jalan karean pengusung jenasah seakan tidak memperhatikan orang lain khususnya pemakai jalan. bahkan pernah terjadi, seorang wanita (NI Wayan SAri) pingsan karena dilangkahi oleh mayat yang sedang diusung secara anarkis dalam acara "ngerojong" ini.

Selama ini masyarakat (warga desa utamanya) sudah enek (bosan) dengan tingkah polah pengusung jenasah ini yang mengganggu ketentraman dan jalannya upacara. bahkan tidak jarang warga desa yang mengikuti rangkaian upacara ngaben meninggalkan pengusung jenasah ketika sudah mulai bertingkah.

Sudah tidak jamannya ketika tahun sudah menginjak 2009 masih saja melaksanakan kegiatan seperti ini. Sungguh malu kepada warga lain yang kebetulan melintas ketika mendapati sawa yang seharusnya diusung dengan tertib mencerminkan kesedihan diarak dengan membabi buta, bahkan mengotori kembali dengan air sungai.
Sungguh ironis memang....

Mudah-mudahan pihak-pihak yang berwenang dalam hal ini memberikan pertimbangan terhadap prosesi "ngerojong" ini. Antara Tradisi dan ego segelintir orang....

3 komentar:

  1. di tempatku juga ada "tradisi" neyeleneh kaya gini...
    aku sendiri ga abis pikir??

    BalasHapus
  2. Ternyata kegiatan spt itu ada istilahnya. Pertanyaan selalu ada sedikit terjawab lewat tulisan ini
    Tp knp hrs ada tradisi spt itu ya?
    Kira2 ada maknanya ga ya?

    BalasHapus
  3. satu kata aja!
    'ortodox' banget ya??

    BalasHapus

Komentar anda disini....